Pages

Mengenai Saya

Foto saya
Pendidik dan Penulis
syakieb. Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 09 September 2012

Cerpen Bernilai Dakwah


TANAH INI DIJUAL 1000 M2...

Assholaatu khoirum minan naum! Assholaatu khoirum minan naum!

Suara merdu adzan mengakhiri lelapnya mimpi kaum muslimin, membangkitkan tubuh dari pejaman pasang mata. Gemelut syaiton berparas cantik merogoh keimanan setiap jiwa Islam. Hanya mereka yang dihiasi iman, takkan pernah terpedaya olehnya. Karna Allah senantiasa menjaga mereka yang slalu mengingat-Nya. 

Sesegera mungkin Ainun bangkit dari ranjang lelapnya. Ia tahu jikalau keluarganya tlah sedari tadi bangun menyambut subuh-Nya. Usai subuhan, jadwal rutinnya adalah berjoging bersama dengan keluarga dan teman-teman desanya. Udara pagi yang begitu dingin tak pernah menyurutkan semangatnya untuk menjalani hari yang slalu ia tunggu. Meski gemeretak bunyi yang muncul dari gigi-giginya kerap mengingsutkan langkah kakinya. Namun, kini ia malah tertantang menakhlukan dinginnya pagi buta. Kabut yang menghalangi jalannyapun tak ia hiraukan.

Di pertengahan taman kota, telah duduk sekelompok anak muda membawa sebotol air besar yang tengah bergantian mulut ‘tuk menggelogoknya. Mereka menyebut diri mereka dengan sebutan ‘d’Renamsat’. Sebuah komunitas muda anak RT. 6 RW. 1 yang tengah menunggu ketumnya.

“Pak Ketu! Ainun..”, koar mulut mereka dari kejauhan. 

Ainun yang mendengar segera mendekati mereka yang asyik menikmati segarnya air.

“Nih, minum, Nun!”, beri botol tersebut ke arah Ainun yang terlihat lelah tak berdehidrasi.

Matursuwon! Kalian memang pengertian rek! Endi jajane?”, candanya dengan senyum yang kemalu-maluan dengan menunjukkan wajah lucu kemerah-merahan.

Semua tertawa melihat wajah nomu kyowo itu, sedang Ainun malah memasang muka bingung, innocent, membuat tawa keras mereka menjadi-jadi.

“Teman-teman saya ingin menyampaikan kabar nih!”, tawar seorang gadis berumur tujuh belas tahun memecah tawa bahak mereka.

“Apa mbak?”, tanya serempak mereka sangat penasaran.

“Kemarin aku nemu lomba apik di warnet! Saat aku lihat, ternyata deadline pendaftaran hari itu terakhir! Sayang sekali kalau kita tidak bisa ikut! Langsung ja aku registrasikan kalian online. Aku langsung pergi juga ke bank yang memungkinkan”, dalih Potteri panjang.

“Haaa?”, kaget semua anak-anak d’renamsat.

“Lomba apa itu mbak? Apa mbak ndak rugi uda daftarin kami pake uang mbak sendiri?”, tanya Ainun keheranan.

“Gak kok dik! Mbak yakin kalian bisa ngasih lebih! Tebus uang mbak dengan kemenangan kalian! Gondol juara satunya dik! Kalian pasti bisa!”, semangat Potteri.

“Amiin... Insya Allah mbak Potteri...”, balas semangat Potteri dengan kompak.

“Oh sampe lupa! Lombanya tentang menumbuhkan minat baca anak-anak. Nah, adik-adik kecil di kampung kan banyak, merekalah yang nantinya dijadikan target operasi. Lomba ini sangat bergengsi lho dik! Jadi kalian harus berjuang semaksimal mungkin! Seminggu lagi adalah hari-H lomba. Kita akan berpresentasi dihadapan juri tentang aktivitas kita diminggu ini untuk TO kita!”, sambungnya luas bersemangat.

“Nun, yo pulang!”, teriak seorang mas-mas gendut dari kejauhan.

“Iya mas!”, sahut Ainun keras.

“Iya wes, ayo kita pulang bareng mas-nya Ainun sekalian! Nanti kita ketemu lagi di rumahnya Ainun buat diskusiin lombanya.”, beranjak dari duduk dan pembicaraan lebarnya.

***
Senja belum juga mau turun, seolah ia ingin menyaksikan anak manusia yang tengah berdiskusi serius masalah kampungnya. Langit jingga kekuning-kuningan menemani mereka dalam sebuah forum yang dipimpin Pak Ketu d’Renamsat. Kemudian ia serahkan kepada kakak yang lebih tua darinya untuk menyampaikan maksudnya sekali lagi. Dalam rapat yang berjalan tertib, hampir setiap jiwa menyampaikan opini mereka. Jingga yang terganti abu-abu hingga hitampun memaksa mereka untuk mengakhiri rapat dengan kesimpulan satu maksud dan tujuan.

“Sekretaris tolong bacakan notulennya!”, titah Pak Ketu.

“Hasil rapat senja ini tanggal 13 Februari 2008. Pertama, perencanaan pembangunan perpus kecil untuk adik-adik kampung. Kedua, penggalangan buku untuk pemenuhan kebutuhan perpus melalui acara ‘Amen Buku’ ke tiap-tiap rumah warga. Ketiga, mengadakan acara jalan sehat untuk adik-adik. Dimana setiap pos, adik-adiknya diminta untuk membaca bacaan yang menarik bagi dirinya. Untuk doorprize-nya akan diberikan kepada mereka yang berani membaca dan menjawab pertanyaan dari sebuah bacaan tersebut. Selesai”, baca Nire tegas selaku sekretaris yang mendampingi Ainun.

“Ok. Siap-siap untuk besok. Kita semua akan perjuangin baris bernomor dua dan tiga untuk dapatkan baris bernomor satu! Cemungut cemungut!”, sahut Potteri dengan kepalan tangan yang ia gerakkan ke atas bawah lebih tinggi dari pundaknya.

“Alhamdulillah. Rapat hari ini sudah selesai. Mudah-mudahan membawa manfaat dan semoga apa yang kita inginkan dapat segera terwujud. Amiin. Al-fatihah...”, tutup Ainun dengan doa induknya Al-Qur’an.

“Siapa kita?”, tanya Ainun sebagai yel-yel penyemangat d’Renamsat.

“d’Renamsat! Semangat merubah hal kecil untuk menuju perubahan yang besar! Yes!”, jawab mereka serentak dengan menggenggam jemari tangan temannya yang ada disamping kemudian mengarahkannya keatas dan kedepan.

***        
Seminggu yang tepat dihari libur semester, para pemuda cilikpun memenej waktu mereka dengan amat baik. Di tengah terik yang tepat dikepala mereka, tetap berkobar semangat empat lima mereka demi masa depan kampungnya. Seperti tanpa lelah, anginpun ikut menyemangati mereka dengan mengibar-ngibarkan rambut mereka, meleburkan air keringat yang memenuhi wajah dan badan.

Man Jadda wa Jadda...

Usaha keras mereka tidak ada yang sia-sia. Pengorbanan mereka dihargai oleh-Nya dan makhluk-Nya. Mereka lolos dalam babak penyisihan yang super ketat. Potteri mengucap salut pada mereka kemudian menjelaskan seberapa bergengsinya lomba yang mereka ikuti. Lomba yang diikuti warga se-Asia Tenggara. Dari Indonesia hanya mewakilkan dua puluh tim, yang diambil dari lima kota besar. Ainun dkk hanya melongo mendengar tiap kata yang keluar dari mulut Potteri. Potteri sengaja tak menceritakannya agar mereka tak hilangkan semangat dan ke-PD-annya serta sifat optimisme. Hari yang melelahkan dengan seribu kebanggaan untuk kampungnya.

Mereka akan dikirim ke ibukota untuk mempertahankan gagasan ide mereka. Hanya tiga orang yang kesana, mereka adalah Ainun, Nire dan Potteri. Tepat saat itu memang Indonesia-lah sebagai tuan rumah untuk lomba yang diadakan tiap lima tahunnya.

Pulang-pulang ke kampung, mereka membawa kejutan untuk kampungnya. Mereka pulang membawa thropy dan uang senilai Rp2.500.000,-. Mereka sangat senang tak lupa bersyukur. Thropy mereka, mereka persembahkan untuk pos di kampungnya kemudian untuk uangnya, mereka gunakan untuk syukuran dan membangun perpus yang mereka impikan. Perpus sederhana yang terbuat dari bambu laiknya rumah adat joglo. Perpus yang dibangun di lahan kosong persis disamping rumah Ainun yang sudah mendapat izin dari si pemilik tanah, namun suatu waktu tanah akan diambil jika tlah tiba waktunya. Tanah yang berplakat ‘TANAH INI DIJUAL 1000 m2. SHM (Tanpa Perantara) hub. 021-8807667’, sedikit was-was. Mereka slalu berdo’a dalam keusaian sholat untuk menjadikan si pemilik tanah yang sangat kaya bermurah hati mewakafkan sebagian tanahnya demi kebaikan di jalan-Nya sebagai amal jariyah yang terus mengalir deras di hidup dan matinya.

***        
Langit biru donker memunculkan setitik kehidupan cahaya indah. Separuh bulan yang ditemani jutaan ciptaan-Nya berhias indah menghias langit kebiruan menghitam pekat. Cahaya rembulan makin padang ditemani kertap-kertip sinar bintang yang tiada henti mengajaknya bercumbu. Malam ini terasa amat mencekam menerjam hati. Udara malampun begitu menyengat, menyayat kalbu anak manusia yang membentuk baris lingkaran bulat. Mereka saling merapat ‘tuk ciptakan kehangatan diantara dingin yang menyusup ke dalam relung-relung jiwa.

Dibawah naungan bintang dan paruh bulan, terdengar sayup-sayup cerita dari mulut seorang lelaki muda. Cerita yang membuat kristal-kristal bening tiap pasang mata meleleh, hingga buih-buih air itupun jatuh membasahi pipi yang tadinya merona dengan dibalut lebarnya mulut menyapa malam. Namun, kini puluhan wajah itu seketika tersihir menjadi muram menyembab. Sedang si pembawa kabar itu terus mengecapkan mulutnya, menyampaikan semua yang terjadi padanya senja tadi. Kristal bening miliknya tlah kehabisan stok, ia tak bisa ikut menemani teman-temannya dalam tangis jama’ah. Tangis senjanya lebih dahulu membuncah menggoncangkan seisi rumahnya. Sekarang ia hanya bisa berserah melihat masa depan kampungnya yang ia majukan pola pikir penerusnya, melalui perpustakaan kecil binaannya selama lima tahun belakangan ini.

Rek, aku juga sedih! Tapi, yang terpenting sekarang ayo kita mikirno jalan keluarnya bareng-bareng! ”, dalih ketum perpus usai memaparkan kenyataan pahitnya.

Tak satupun Ainun menemukan kata-kata yang ia cari. Ia hanya menemukan suara isak tangis dan melihat guncangan pundak anggotanya. Ainun sangat mengerti keadaan mereka saat itu. Ia hanya terdiam. Ia terpaku melihat plakat kecil yang ada di depannya. Plakat yang bertuliskan ‘TANAH INI DIJUAL 1000 m2. SHM (Tanpa Perantara) hub. 021-8807667’. Matanya mulai berkaca-kaca, dalam benaknya pikirannya melayang-layang berkata, ‘Mungkinkah aku harus membeli luas tanah ini? Uang dari mana? Mungkinkah aku akan memaksa Ayahku membelinya. Tapi percuma! Semua sudah terlambat! Si Pemilik tanah tlah berhasil menjualnya..’. Pikirannya-pun membelah, ia dapatkan secuil ide saat mengenang perjuangannya. Ainun segera mempresentasikan gagasannya dihadapan mata sembab dan guncangan beberapa pasang pundak. Selama mulut Ainun berkoar, secercah harapan mereka yang mendengar mulai tumbuh kembali hingga Ainun temukan sesungging senyum setelah sesembab isak. Pikiran yang tadinya buntu yang hanya dipenuhi kegalauan, kini kembali sedikit cerah memudahkan mereka berpikir. Banyak sumbangan ide yang menyerbu si ketum. Bahkan seribu inovasi-pun akan mereka kerahkan demi mempertahankan perpustakaan yang mereka bangun dengan perjuangan keras. Mereka hanya ingin setiap tetes keringat perjuangan mereka takkan pernah menjadi sia-sia, yang hanya akan terkenang melalui lisan tanpa ada batangnya.

Menanamkan sifat gemar membaca telah berhasil membuat adik-adik kampung ketagihan membaca bacaan apapun. Kemana lagi adik-adik kampung akan dapatkan pengetahuan dan dorongan semangat yang masih labil, naik turun. Uang kas merekapun sudah terkumpul banyak yang rencananya mereka akan mempergunakan uang tersebut untuk membenahi semua kekurangan perpus. Ingin sekali mereka merealisasikan tahun ini sebagai hadiah untuk semua, terutama untuknya yang sudah berdiri selama lima tahun bersama mereka. Yang sudah membangun rasa kekeluargaan dan pengetahuan yang hebat.

***
Ainun dan ayahnya mencoba menghubungi pemilik tanah tetangganya. Beliau yang dulu berada di ibu kota kini tengah berada di Surabaya karena bisnis tanahnya yang laku. Mereka mencari rumah si pemilik tanah kemudian bernegosiasi untuk menjualnya hanya sebagian beberapa meter untuk keperluan kampungnya yang sudah berdiri selama lima tahun. Ternyata langkah Ainun sudah terlambat, beliau sudah tak miliki hak apapun untuk tanah tersebut. Tanah itu sudah dibeli cash oleh pejabat yang inginkan tanah di daerah perkampungan. Mereka mencoba bertanya tentang pembeli tanah itu, namun tempat tinggalnya sangat jauh dengan kota ini. Kini mereka hanya bisa pasrah, menyerahkan semua yang dimilikinya pada Sang Pemilik Asli.

Plakat ‘TANAH INI DIJUAL 1000 m2. SHM (Tanpa Perantara) hub. 021-8807667’ telah dicopot. Sebelum sang pemilik tanah yang baru datang, mereka tetap bertekad untuk mendirikan perpus DBR di wilayah yang bukan haknya. Mereka tengah menunggu beliau yang cepat atau lambat pasti inginkan tahu tentang keadaan tanahnya. Sembari menunggu beliau, mereka semua berinisiatif menggalang dana untuk perpus Dongeng Bumi Renamsat. Uangnya akan dipersembahkan kepada tanah yang ditempati hanya beberapa meter itu. Mereka bertekad untuk membeli tanah tersebut kemudian mengabdinya untuk warga kampung.

***
Seminggu setelahnya, datang seorang lelaki bergamis biru dan berdasi dibalut dengan jas biru donker. Beliau terlihat sopan, ramah, dan bersahabat. Ainun dkk yang tengah bersama adik kampung belajar, si pejabat berdecak kagum. Beliau melihat pemandangan yang super sekali. Tak segan, beliau yang sangat menyukai anak-anak kecil segera mendudukkan dirinya diatas rumah joglo itu. Seketika seluruhnya terdiam namun si Bapak mengisyaratkan untuk pembelajaran tetap dilanjutkan. Seusai itu, beliau mengajak cakap kepada Ainun beserta anak d’Renamsat.

“Anak muda, saya bangga lihat action kalian! Menciptakan hal baru untuk kampung yang lumayan ndeso ini.”, dalih beliau dengan senyum memandang sudut-sudut perpus DBR.

“Maaf bapak ini siapa?”, tanya Ainun dengan senyum sopannya.

“Saya pemilik tanah ini, nak.”, jawabnya enteng.

“Subhaanaallah. Maaf pak. Kami lancang mendirikan perpus di tanah bapak.”

“Sudahlah nak, tak apa! Saya merestui usaha kalian. Saya bangga dan saya senang berada disekitar anak-anak kecil innocent seperti mereka”, balasnya mengarahkan pandangan ke jiwa-jiwa kecil yang tertawa.

“Benarkah dalih itu bapak pejabat?”, tanya Nire heran.

“Benar cah ayu...”, goda beliau genit.

“Maaf Pak begini. Kami sangat tidak enak hati jika perpustakaan yang berumur lima tahun ini berdiri di tempat yang bukan hak kami. Kami berinisiatif untuk membeli sebagian pekarangan ini. Perkenankah Bapak untuk menjual luas tanah yang diinjak oleh kaki-kaki perpus ini?”, tanya Ainun mewakili suara kawan d’Renamsat.

“Oh, Bersyukurlah kalian nak! Tanah yang diinjak perpus kalian ini, akan saya sumbangkan kepada kalian, free. Saya terharu setelah melihat pengorbanan kalian untuk masa depan adik-adik kampung.”, kelakar beliau berkaca-kaca.

“Alhamdulillah... Subhaanaallaah...”, jawab serentak anak d’Renamsat.

“Sungguh mulia hati Bapak. Mudah-mudahan semua amal ibadah Bapak diterima disisi-Nya dan mendapat pahala yang mengalir deras secara continue sebagaimana janji Allah dalam dalil naqli-Nya.”, papar Pak Ketu dalam do’a.

“Amiin...”, sahut semua jiwa yang merasakan kebahagiaan perpus.

Sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah. Man Jadda Wa Jadda - Barang siapa yang bersungguh-sungguh, ia pasti ‘kan mendapatkannya. Perjuangan seorang anak muda akan cintanya kepada adik-adik kampung melalui perpustakaan tak sia-sia. Meski dia telah miliki keluarga yang berkecukupan sangat, ia lebih merelakan diri untuk mengabdi demi kemajuan warga kampungnya kelak. Merendah, berbaur dengan teman-temannya, menyamakan status sosial, dan pemberi humor yang tinggi serta keimanan yang tak pernah berhenti dipupuknya. Pribadinya anggun. Kebijakannya dalam memimpinpun patut diacungi jempol. Dalam hidup dan selama masih ada kehidupan, semua impian patut dikejar dan patut diraih. Tiada yang tak mungkin jika Allah menghendaki. Selama kita mau berusaha, bersiaplah untuk menjadi sukses dan berhasil! *Amiin... :-)
*END*
 ***

*ALHAMDULILLAH... Ini adalah cerpen pertamaku yang diterbitkan oleh "FAM Publishing" di event *CINTA BERNILAI DAKWAH di buku ke-2 Antologi Cerpen FAM yang pertama..  
Thx for my inspiring-my friends. Teman-teman Smanita :*

Hampir dijadikan naik darah! sudah transfer+kirim tanda bukti pembayaran, tapi pihak panitia merasa belum mendapati kirimanku... Tapi sekali lagi ALHAMDULILLAH... FAM masih rejekiku! Tiada niat untuk membuka e-mail dan ber-OL, tapi entah jari menegaskanku melihat laman itu dengan alasan yang logis hingga aku mendapati inbox perihal important. Hari ini adalah hari terakhir peringatan untuk mengirim bukti itu setelah diberikan toleransi dua hari. Belum terlambat! *ALHAMDULILLAH... :)
 

*TERIMAKASIH...

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blog Archive

Blogroll

About