Pages

Mengenai Saya

Foto saya
Pendidik dan Penulis
syakieb. Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 16 April 2016

BEGINI CARA BERLANGGANAN KORAN JAWA POS YANG BAIK!


Siapa bilang langganan koran Jawa Pos sudah tidak zamannya lagi?
Malah, nggak up to date banget orang yang nggak baca koran Jawa Pos.

Zaman boleh canggih, alasan akses internet untuk tahu informasi terkini. Padahal, informasi pojok-pojok kampung daerah terdekat belum tentu disiarkan di televisi, belum tentu ada yang langsung menuliskannya. Akses internet pun harus bergantung pada jaringan dan sinyal. Koran masih tetap dipertahankan karena fleksibel, asyik, dan tetap menarik (tidak akan dimakan oleh zaman). 

Jangan khawatir, fungsinya banyak. Bisa dijadikan sebagai kerajinan, pembersih kaca, alas pakaian/lemari, atau bisa juga jadi uang kembali jika dipertimbangkan (diloakkan). Tidak ada yang mubazir intinya. 

YOK, MULAI BERLANGGANAN KORAN JAWA POS atau koran apa pun, dengan menghubungi:

AGEN KORAN TERDEKAT DI KOTA ANDA!

085748965915 (Syakieb)
UNTUK ANDA, ADA PROMO MENARIK DARI JAWA POS. BERLANGGANAN TIGA BULAN GRATIS SATU BULAN. 

Koran Jawa Pos setiap bulannya, pelanggan dikenakan biaya Rp98.000,-. Jika Anda berlangganan pada saya, berlangganan koran Jawa Pos tiga bulan cukup terkena biaya Rp 196.000,-

Kalau ada promo, biasanya PROMO ITU HANYA BERLAKU UNTUK 
-Calon pelanggan belum pernah berlangganan Jawa Pos sebelumnya. 
-Sudah pernah berlangganan tapi sudah lama berhenti. Dapat terhitung lama berhenti jika sudah 5 bulan tidak berlangganan.

Nggak ada ruginya kok! Setiap ulang tahun Jawa Pos pasti ada hadiah yang mewah dan banyak untuk para pelanggan. Selain itu, setiap bulannya ada hadiah-hadiah menarik pada kupon-kupon di bawah. Pelayanannya pun mantap, ada pengaduan pelanggan.


INGAT! LANGSUNG HUBUNGI AGEN KORAN TERDEKAT DI KOTAMU untuk tahu ketentuan selanjutnya. 

TERIMA KASIH....

#MAMAJP
Publikasi pada 16/04/2016

Jadilah pahlawan untuk hidup orang lain yang kurang seberuntung Anda di bidang ekonomi
--------------------------------------------_________------------------------------------------------


Publikasi 05/02/2017
Baca pelan-pelan dan dengan hati-hati. =)

Benar sekali! Saya pernah menjadi bagian dari Jawa Pos Group Surabaya dalam Program MAMAJP, Mahasiswa Mandiri Jawa Pos. Promo itu lagi anget-angetnya tahun 2015 dan 2016, setelah itu mereka berinovasi yang lainnya. Saya rasa MAMAJP sudah tidak ada lagi, atau suatu saat akan ada kembali. Tapi, saya rasa tidak jika sistemnya masih sama, "Habis manis, sepah dibuang."

Pergantian tahun 2015 ke 2016, saya bersama teman baik saya mesti bermalam di terminal. Kami menghabiskan malam bersama ribuan nyamuk yang ganasnya minta ampun. Saking excited-nya, saya tidak bisa tidur. Saya asyik terjaga untuk menyilakkan nyamuk-nyamuk yang hinggap di kelopak mata, pipi, dahi, punggung tangan, dagu, hidung, bulu mata, bahkan bibir milik teman saya. Saya terjaga untuknya. 

Seorang bapak-bapak yang tidur di sebalah saya terbangun karena keganasan para nyamuk terminal. Entah bagaimana mental nyamuk terminal itu. Mereka tak takut dengan tangan-tangan yang berat, seolah sudah terbiasa. Menghisap darah (bukan menggigit! Nyamuk hanya punya jarum tidak punya gigi. Hihihihi) adalah modal utama mereka untuk hidup selama-lamanya, padahal selama apa pun hidup mereka, akan kelar juga pada hari ke-14 atau ke-18 (In Sya Allah). Beliau kutawari handandbody lotion untuk meringankan bekas hisapan nyamuk (maksude ben gak gatel nemen). Namun, beliau menolaknya.

Esok paginya, sekitar pukul 3.00 dini hari, kami diusir oleh petugas masjid terminal. Mereka sudah menyiapkan air slang panjang dan gede untuk membersihkan kami, eh masjidnya. Meski saya tahu waktu itu masih lama azannya. Saya belum tidur sama sekali karena ngobrol sepanjang malam bersama bapak yang tujuannya ke Kalimantan itu. Walhasil, saya harus membangunkan teman yang kelihatannya baru saja benar pulas tidurnya. Kami pun memutuskan pergi ke ruang tunggu terminal. Di sana dia kembali melanjutkan tidur sedangkan saya mau akan tidur. Heheh.

Ah, saya rasa kalian tidak perlu tahu mengapa hal itu bisa terjadi pada kami. Yang pasti ada tujuan dan misi khusus.

Puas tidur, kami pun pergi dan mencari apa dan siapa yang menjadi tujuan kami. Temanku mencari sesuatunya dan saya menunggui barang-barangnya. Saat itu saya sendirian, seorang lelaki paruh baya, tampang bapak-bapak, mengajak ngobrol saya.

"Tujuan ke mana, Dik?" tanyanya santun.

"Pulang, Pak. Ke Sidoarjo. Bapak ke mana?"

"Saya mau ke Yogyakarta," seingat saya seh mau ke Yogya.

"Kerja Pak?"

"Iya. Kerja di Surabaya. Tapi, hari ini libur. Anak saya kecelakaan, Mbak. Tabrak lari. Sekarang kritis di RS. Saya mesti ke sana. Tapi, ya bagaimana lagi penghasilan saya ya gitu. La wong mek PENJUAL KORAN KELILING di pinggir jalan. Saya biasanya ada di sekitar Al-Falah Surabaya. Saya ndak punya apa-apa, Mbak. La wong rokok ini aja saya bersyukur, yang sebatang ini dikasih teman buat sarapan. Sebab itu, anak saya, saya titipkan ke Budenya di Yogya. Ibunya sudah meninggal."

Saya terus menggali informasi dari beliau yang ditumpahkannya kepada saya.

"Lah ini kenapa belum berangkat-berangkat, Pak? Nunggu bus yang bagaimana, Pak?" tanya saya heran.

"Ini, Mbak. Saya nunggu ada panggilan dari sumber suara (TOA). Tadi katanya suruh nunggu dulu. Saya dapat tiket khusus, Mbak buat pergi ke Yogyakarta. Sebenarnya sudah dua hari yang lalu saya ingin sekali ke sana, tapi ya, bagaimana lagi kelar ngurus surat-suratnya hari ini. Sekarang masih suruh nunggu."

"Wah, repot ya, Pak. Yang sabar, Pak," timpal saya.

"Iya, Mbak. Yang penting berangkat daripada tidak berangkat. Cara apa pun akan saya tempuh asal halal. Gimana lagi, la wong nggak punya apa-apa lagi."

"Kenapa enggak jadi LOPER KORAN, Pak?"

"Enggak ada, Mbak. Sebenarnya saya juga mau kalau ada."

Lalu saya beranikan diri bercerita tentang kenalan saya di Jawa Pos. Saya harap saya bisa mencarikan beliau pekerjaan yang lebih baik, jadi loper koran. 

"Bapak ada nomor HP? Nanti akan saya kabari."

"Boro-boro Mbak. Saya kan tidak punya apa-apa. HP ndak punya, Mbak. La wong kabar anak saya kritis aja dapat dari Pak RT. Bisa numpang bus gratis ini juga berkat surat pengantar dari Pak RT," cengirnya.

(esensi)
Saya tahu banyak cara menuju kebaikan, mencari nafkah di Jalan Allah SWT. Untuk kita yang punya harta berlebih, bagilah dengan orang-orang yang begitu membutuhkan. Kalau ingin berlangganan koran, memang, esensinya praktis, murah, enggak ribet, dan lain sebagainya. Tapi, di lain sana ada saudara kita yang membutuhkan uluran tangan kita. Dengan membeli koran mereka, peluh-keringat-kesal-capai terbayar sudah. Belum lagi kalau korannya belum laku sampai siang, turun harga? Pernah membayangkan enggak jadi penjual koran keliling? 

Yang ingin berlangganan koran, TOLONG dipikirkan lagi dengan hati dan logika, ya.... Mari berbagi rejeki dengan sesama. Niatkan saja MENOLONG/MEMBANTU SAUDARA SENDIRI. Jika setiap hari ke kantor/kampus, belilah koran dari PENJUAL KORAN KELILING untuk koleksi pengetahuan kantor/kampus. Jika memang ingin diantarkan ke alamat rumah, suruh mereka, Si Penjual Koran Keliling, untuk mengantarkannya. Kalau bisa beli upayanya, beri upah yang pas. Bahagia bukan main hati mereka!

Mengapa mesti berpikir seperti itu? Karena PENJUAL KORAN KELILING masih ada. Coba kalau mereka diangkat jadi LOPER KORAN semua. Mereka sudah punya tujuan ke mana mereka akan mengantarkan korannya, tak perlu Anda berpikiran seperti ini.

(cerita lagi)
Seorang dosen sekaligus bapak kos saya, saya tawari langganan koran di Jawa Pos saat saya batu bergabung dalam MAMAJP. Beliau mengiyakan untuk membantu saya dalam mencapai target tertentu. Tetapi saya ingat betul apa yang beliau ucapkan kepada saya.

"Kalau saya sudah berlangganan koran di rumah, bagaimana dengan langganan saya, penjual koran keliling, yang korannya selalu saya beli setiap pagi di pinggir jalan raya?!?"

Tiba-tiba saya juga ikut berpikir dan menjadi tidak enak hati dengan para penjual koran keliling. 

Saya tahu benar Bapak Kos saya berbudi baik dan luhur. Pasti niatnya membantu mereka dengan membeli koran di jalan-jalan. Pasti kalau kembalian, uang kembaliannya disuruh ngambil. Sebab itu beliau pernah berlangganan koran, lalu sempat memberhentikannya dan kini beliau berlangganan lagi karena ingin menolong saya. 

*Afwan untuk semuanya.

=SEMUA ITU BERGANTUNG NIATNYA, TATA DULU NIAT ANDA SEBELUM BERTINDAK!" 
Thank you.
Salam Kenal dari Saya. Jika ingin berlangganan, jangan hubungi saya. Saya sudah berhenti dari sana karena programnya sudah enggak ada. Dan saya yakin nggak bakal ada yang mau ikut kalau sistemnya belum dibenahi. 
Terima kasih MAMAJP. :)

Kalau tetap ingin berlangganan, langsung ke agen terdekat dengan rumahmu, ya.... Atau telpon ke nomor resmi JP. 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blog Archive

Blogroll

About